Kamis, 01 Agustus 2013

BAGAIMANA MEMPERTAHANKAN CAWAT

Bagaimana organisasi rohani berkembang:

Guru amat terkesan oleh kemajuan rohani seorang dari  muridnya, hingga, karena dianggap tidak membutuhkan bimbingan lagi, ia meninggalkannya sendirian di pinggir sungai.
Setiap pagi setelah pembasuhan diri, si murid menggantungkan cawatnya di luar untuk dijemur. Itu milik satu-satunya. Suatu hari ia kecewa melihat cawatnya koyak tercabik-cabik oleh tikus. Maka ia terpaksa meminta-minta sebuah cawat sebagai ganti dari penghuni desa. Ketika cawat yang satu ini
lagi juga dilubangi oleh tikus-tikus ia memelihara seekor kucing. Ia tidak lagi diganggu tikus, tetapi sekarang, kecuali meminta-minta untuk makan sendiri, ia juga harus meminta-minta susu untuk kucingnya.

"Terlalu banyak kerja dengan minta-minta," pikirnya, "dan terlalu membebani penghuni desa. Aku akan memelihara lembu." Ketika mendapat lembu, ia harus minta jerami. "Lebih mudah mengerjakan tanah di sekitar gubug," pikirnya. Tetapi ternyata ini repot juga, karena hanya tinggal sedikit waktu untuk bermeditasi. Maka ia mempekerjakan buruh untuk menggarap tanahnya. Sekarang mengawasi para buruh menjadi tugasnya, maka ia mengambil seorang istri, yang membagi tugas ini dengan dia. Tidak lama kemudian, tentu saja, ia menjadi salah seorang yang terkaya di desa.

Bertahun-tahun kemudian Guru kebetulan lewat dan heran melihat kediaman seperti istana, di mana dulu ada gubug. Ia berkata kepada salah seorang hamba: "Apakah ini dulu bukan tempat tinggal seorang muridku?"

Sebelum mendapat jawaban, murid sendiri muncul. "Apa arti semuanya ini, anakku?" tanya sang Guru.

"Tuan tidak mau percaya akan hal ini." kata orang itu. "Tetapi memang tidak ada jalan lain untuk mempertahankan cawatku."

                       (DOA SANG KATAK 2, Anthony de Mello SJ,
                        Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1990)

Tidak ada komentar: